Minggu, 09 Juli 2017

Hasil Field Visit Kue Keranjang ke Rumah Kawin


Pada tanggal 23 Mei 2017, kami sekelompok “ Kue Keranjang” melakukan kunjungan ke suatu rumah kawin yang berada di daerah Tangerang. Sebelumnya kami sudah membuat janji untuk melakukan kunjungan kesana dan untungnya pemilik rumah kawin tersebut memberikan ijin kepada kami. Saat kami sampai di tempat tujuan dan bertepatan istri pemilik rumah kawin tersebut sedang berada di pekarangan, beliau menyambut hangat dan mengajak kami untuk masuk ke dalam rumahnya tersebut. Sebelumnya juga kami menyerahkan buah tangan untuk beliau yang telah kami beli di perjalanan. Kami pun dibawa masuk kedalam ruangan rumah kawin dan melakukan wawancara singkat di dalamnya bersama beliau.
Dan beberapa hasil wawancara yang kami dapatkan dari beliau antara lain adalah sebagai berikut :
LOKASI DAN PEMILIK RUMAH KAWIN
  





Ini adalah gambar dari rumah kawin yang kami kunjungi bernama Rumah Kawin Yo Ang Poh, yang berlokasi di Jalan Beringin Raya II RT 002 RW 001 Nomor 122 Kedaung Wetan – Kota Tangerang. Tepatnya rumah kawin ini berada di belakang Bandara Soekarno-Hatta.  Untuk bisa sampai ketempat tujuan ada beberapa jalur transportasi yang bisa kita gunakan. Bila kita dari arah pintu air, kita bisa menaik angkutan umum berwarna putih biru bernomor 04 jurusan Kedaung , lalu turun di penghabisan angkutan tersebut. Setelah itu kita dapat berjalan kaki atau bisa juga naik ojek sekitar 50 meter, lalu barulah sampai ke rumah kawin Yo Ang Poh. Posisi rumah kawin berada di depan jalan (tidak masuk ke dalam gang) dan untuk patokannya pengunjung bias melihat letak rumah kawin bersebrangan tepat dengan Indomaret. Gerbang utama rumah kawin Yo Ang Poh berwarna hijau,  lalu gerbang kedua berwarna coklat.
Atau bisa juga melalui jalan raya utama dengan naik mobil Isuzu jurusan kampung Melayu Teluk Naga dan turun di persimpangan tak jauh dari Terowongan belakang bandara kemudian bisa naik ojek ataupun becak yang sudah mangkal disana.

PEMILIK  RUMAH KAWIN YO ANG POH

Yang berada ditengah-tengah kami adalah foto istri dari pemilik rumah kawin Yo Ang Poh, beliau berumur 68 tahun. Sedangkan suaminya yang bernama Yo Ang Poh berumur 70 tahun. Pekerjaan sehari-harinya adalah sebagai seorang ibu rumah tangga. Sedangkan Bapak Yo Ang Poh sendiri tidak memiliki pekerjaan khusus, kegiatan yang beliau lakukan saat kami berkunjung saat itu adalah sedang mengecek kandangan dan memberi makan ayam peliharaannya.
Saat kami berkunjung kami menanyakan tentang asal mula di dirikannya rumah kawin ini dan Ibu Yo Ang Poh menjelaskan bahwa awal bisa dibukanya rumah kawin ini dikarenakan dahulu Beliau dan suaminya tinggal di sebuah rumah biasa yang berlokasi di pinggir bandara Soekarno Hatta, karena pada waktu itu terjadi penggusuran pada tahun 1975 ia pindah ke Kedaung Wetan, dan mereka membeli sebuah tanah ± 5000 meter dengan harga 900 perak Rupiah per meternya, tanah tersebut masih belum dijadikan bangunan. Dan pada tahun 1979 tanah tersebut akhirnya dibangunkan sebuah rumah. Awalnya rumah itu hanya sebagai rumah tinggal biasa yang disampingnya terdapat toko sembako untuk mata pencaharian mereka. Kemudian suatu hari teman dari suaminya menyarankan untuk membuat rumah kawin saja. Akhirnya  merekapun setuju dengan saran temannya dikarenakan juga toko sembakonya sepi pelanggannya dan banyak yang menghutang.
PEMBAGIAN RUANGAN
Saat berkunjung kami melakukan keliling-keliling ruangan yang ada disana. Jika dilihat dari luar bangunan, kita bisa melihat terdapat lahan untuk parkir kendaraan para tamu undangan. Lahannya memang tidak terlalu luas jika dilihat dari depan, tapi jika ditelusuri di samping kanan-kiri bangunan juga terdapat lahan parkir .

Lahan Parkir Rumah Kawin
Nama nya juga rumah kawin, dimana rumah pastilah terdapat beberapa ruangan seperti kamar tidur, kamar mandi, dapur atau juga ruang utama.

Bagian Penyambutan Tamu
Saat kita masuk jika di sisi kiri ruangan setelah gerbang akan terdapat ruangan kursi-kursi dimana keluarga dari pengantin untuk duduk menyambut para undangan selain di dalam biasanya yang dibagian ini adalah adik ataupun sepupu dari pengantin juga saudari perempuan orangtua pengantin, sedangkan di sisi luar biasanya ditempati untuk pihak keluarga dari saudara laki-laki orang tua pengantin.
Tak jauh dari tempat tersebut terdapat meja untuk tempat membagikan piring kepada para tamu biasanya ada disisi kiri atau kanan tergantung  posisi rumah kawin yang ada.

Panggung Gambang Kromong
Lalu disisi kanan terdapat sebuah panggung yang disediakan untuk penampilan Gambang Kromong yang sudah disewa oleh Pengantin untuk menghibur para tamu. Dikarenakan kami berkunjung disaat tidak ada pesta maka kami hanya mendokumentasikan foto kosong tanpa ada gambang kromongnya.
   

Meja Tamu untuk Orang Tua Pengantin

Disetiap rumah kawin pasti jika kita masuk kita akan langsung berhadapan dengan sebuah meja panjang. Nah meja inilah yang digunakan untuk mejamu tamu yang hadir, biasanya yang duduk di meja ini adalah orang tua lelaki dari pengantin. Berdiri dan memberikan soja kepada setiap tamu yang datang sebagai ucapan terima kasih untuk kedatangan untuk membedakannya dari yang lain agar para undangan bisa mengenali yang mana sang tuan rumahnya.
Tempat Pelaminan
Tak jauh dari meja tamu, terdapat sebuah tempat pelaminan untuk pengantin menyambut tamunya. Di rumah kawin ini tempat pelaminannya masih belum lama dibuat. Sebelumnya rumah kawin ini tidak menyediakan tempat pelaminan namun dikarenakan banyak yang menyarankan agar dibuatkan tempat pengantin agar tidak kesusahan duduk makan dibuatlah tempat ini. Biasanya di rumah kawin yang tidak disediakan tempat pelaminan, para pengantin duduk dengan menggunakan kursi plastik biasa sama seperti kursi yang digunakan untuk duduk para undangan.

Ruangan Makan 
Diatas adalah foto tempat untuk para undangan makan, bisa di dalam ataupun di luar ruangan banyak terdapat bangku dan meja untuk makan yang biasanya juga disediakan berbagai kue-kue khas di rumah kawin.




Foto diatas adalah kamar tidur yang disediakan di rumah kawin tersebut. Memang hanya disediakan satu kamar saja karna sebelumnya sudah dijelaskan bahwa rumah ini dulunya adalah tempat tinggal mereka.
`            
Foto diatas adalah foto dari dapur yang disediakan di rumah kawin. Ubin yang masih dalam keadaan semen sengaja digunakan agar para pekerja masak tidak licin saat berjalan dan terdapat tungku kompor yang menggunakan bahan kayu untuk memasak ataupun memanggang kue.
Dewa Dapur

Dikisahkan dalam legenda, Dewa Dapur dikirim dari Surga ke Bumi oleh Kaisar Langit  Dewa Dapur bertugas untuk memantau perilaku dan mencatat perbuatan manusia sehari-hari, baik perbuatan yang baik maupun perbuatan yang buruk.
          Setiap tahun, sang Dewa Dapur akan naik ke kahyangan dan melapor kepada Kaisar Langit tentang semua kebaikan dan keburukan yang diperbuat oleh manusia, terlebih untuk keluarga yang diawasinya sepanjang tahun tersebut.
Oleh karena itu setiap rumah tangga yang ada tempat sembahyang kepada Dewa Dapur akan membuat upacara persembahan kepada sang Dewa Dapur pada tanggal tersebut dengan tujuan untuk mengantar Dewa Dapur naik ke Langit. Sembahyang kepada Dewa Dapur ini juga sebagai tanda bermulanya sambutan perayaan tahun baru imlek.
Sisa waktu 7 hari menyambut tahun baru Imlek biasanya ada waktu sehari yang dimanfaatkan oleh umat untuk membersihkan altar sembahyang dan rupang/patung Dewa/i, baik yang ada di Kelenteng ataupun di tempat sembahyang pribadi di rumah.
Pembersihan altar sembahyang atau rupang atau patung Dewa/dewi ini merupakan sebuah simbol tanda bakti yang dimaksudkan untuk menyiapkan tempat yang bersih untuk para Dewa / dewi ketika kembali turun pada hari ke 4 setelah Imlek nanti. Pembersihan di kelenteng juga bertujuan untuk mempersiapkan diri karena umat akan mulai ramai datang pada saat menjelang dan sesudah Imlek nanti.
Setelah itu pada Hari ke-empat di tahun yang baru setelah imlek, kembali ditandai lagi dengan suatu upacara persembahyangan untuk menyambut turunnya Dewa-Dewi dari Langit ke bumi. Persembahyangan ini umumnya dilakukan di Kuil/Klenteng, namun ada pula yang melakukan sembahyang di rumah masing-masing.
Upacara sembahyang ini dilakukan sekitar tengah malam menjelang tibanya tanggal 4 (subuh). Tujuan upacara sembahyang ini adalah untuk menyambut kembalinya sang Dewa Dapur dan Dewa-Dewa lainnya dari Istana Langit karena telah selesai membuat ‘Laporan Tahunan’ kepada Kaisar Langit (Yu Hwang Shang Di); untuk selanjutnya kembali bertugas mengawasi jalannya Kehidupan di Dunia ini.
Menurut legenda, Dewa Dapur itu berasal dari jaman Dinasti Qing (1644 – 1911). Saat itu Kaisar melihat ternyata dapur merupakan tempat berkumpulnya para dayang wanita; dimana dari sana sering berkembang gosip dan fitnah di lingkungan istana, sehingga kemudian menyebar keluar dan mempengaruhi ketentraman masyarakat lingkungannya.
Karena itu Kaisar kemudian menitahkan bahwa setiap rumah warga di dapurnya harus dipasang Dewa Dapur. Diedarkan titah yang isinya bahwa Dewa Dapur akan mengawasi, serta mencatat semua omongan serta kegiatan di dapur setiap harinya, lalu pada tanggal 26 bulan 12 Imlek, Dewa Dapur akan naik ke langit menemui Kaisar Langit (Yi Huang Ta Ti), untuk melaporkan semua catatannya mengenai keluarga yang dia awasi.
Bagi umat yang masih menjalankan tradisi sembahyang menyambut Dewa Dapur ini, mereka sangat percaya bahwa di hari baik inilah Para Dewa-Dewi yang baru turun dari Langit akan membawa banyak Berkah yang akan dibagi-bagikan kepada manusia di bumi. Ritual mengantar dan menyambut Dewa Dapur ini digelar setiap tahun  untuk menyambut Imlek. 
Biasanya di setiap rumah kongsi yang pemiliknya sudah ada yang menikah akan membuat altar dewa dapur di ruangan dapurnya. Seperti di rumah anggota kelompok kami, dimana ia tinggal di rumah gede atau rumah kongsi nya terdapat altar khusus untuk dewa dapur.

GAMBANG KROMONG & COKEK
Gambang Kromong (atau ditulis gambang keromong) adalah sejenis orkes yang memadukan gamelan dengan alat-alat music Tionghoa, seperti sukong, tehyan, dan kongahyan. Sebutan gambang kromong diambil dari nama dua buah alat perkusi, yaitu gambang dan kromong. Awal mula terbentuknya orkes gambang kromong tidak lepas dari seorang pemimpin komunitas Tionghoa yang diangkat Belanda (kapitan Cina) bernama Nie Hoe Kong. Lagu-lagu yang dibawakan pada music gambang kromong adalah lagu-lagu yang isinya bersifat humor, penuh gembira, dan kadangkala bersifat ejekan atau sindiran. Pembawaan lagunya dinyanyikan secara bergilir antara laki-laki dan perempuan sebagai lawannya.
          Tarian Cokek pertama kali diperkenalkan oleh tuan tanah keturunan tionghoa, Tan Sio Kek. Menurut kisahnya, Tan Sio Kek kerap menyelenggarakan pesta di kediamannya dan mengundang orang para musisi dari daratan Cina dengan membawa alat music dari negara asalnya. Tarian Cokek biasanya dimainkan oleh sepuluh orang penari wanita, dan tujuh orang laki-laki pemegang gambang kromong, alat music yang mengiringinya. Di daerah Tangerang , tari cokek biasanya dimainkan sebagai pertunjukan hiburan saat warga cina benteng menyelenggarakan acara, khususnya acara pernikahan. Oleh warga tionghoa di Tangerang, Tari Cokek disebut tari penyambutan tamu

MAKANAN-MAKANAN DIRUMAH KAWIN
Dirumah kawin ini terdapat 2 menu yang tersaji yaitu makanan khas Indonesia dan khas tionghoa. Makanan khas tionghoa di sajikan di rumah kawin ini karena untuk melestarikan tradisi dan budaya tionghoa. Makanan tersebut dimasak di dapur rumah kawin oleh juru masak yang ada disana , penyewa hanya membeli bahan-bahan dan keperluan lainnya tetapi penyewa juga bisa membawa juru masak sendiri jika ingin, makanan yang diolah pun bisa diganti sesuai keinginan penyewa dan kemampuan juru masak disana.
Masakan yang tersedia antara lain adalah Gado-Gado, Sambel Ati, Ayam Kecap, Rendang, Acar, Kerupuk Udang, Bihun/ Mie Goreng,  Babi cin, Bakut, Sate Babi, Babi Merah
Yang  membedakan makanan diatas hanyalah penggunaan  daging babi untuk masakannya.
Kue-kue yang biasa disediakan di rumah kawin antara lain :
Agar ( biasa berwarna pink), Kue Mangkok warna pink,  Kue bolu , Kue Pepe, Kue Lapis, Kue Negasari, Bika ambon, Roti Baso, Roti Terigu, Kue Pisang dan lain-lainnya.

Pesta Kawin
Sebelum kedua mempelai memasuki acara puncak di-H mereka akan melakukan upacara Chio Tao terlebih dahulu. Secara harfiah Chio Tau berarti “mendandani rambut” yaitu proses menyisir rambut kedua mempelai yang dilakukan oleh saudara atau kerabat si mempelai. Chio Tao merupakan salah satu proses dalam pernikahan adat Tionghoa, yaitu sebuah ritual perlintasan yang harus dilakasanakan sebagai momen pemurnian dan inisiasi peralihan dari fase kanak-kanak menjadi dewasa. Maka dari itu Chio Tao ini dianggap sakral dan hanya boleh dilaksankan sekali seumur hidup dalam proses pernikahan. Bagi janda atau duda tidak diperkenankan untuk melaksanakan Chio Tao, kecuali pada pernikahan sebelumnya ia tidak melaksankan upacara Chio Tao. Chio Tao ini biasa dilaksankan secara terpisah yaitu mempelai mengadakan upacarannya di rumahnya masing-masing sebelum dipertemukan, atau bisa juga dilaksanakan di salah satu rumah kedua mempelai, pihak yang melaksanakan upacara di tempat pasangnnya biasa disebut “numpang” & kedua mempelai akan bergantian dalam melakukan upacara ini.
Berikut ini urutan upacaranya:
ü Sembahyang Sam Kay. Sembahyang Sam Kay ini  dilaksanakan oleh orangtua berserta mempelainya sebagai penghormatan kepada Tuhan, penguasa dunia (Thian Tie Kong). Diiringi teompet, kenong dan kendang. Dalam sembahyang ini mempelai akan didampingi oleh kedua orangtuanya. Mempelai laki-laki akan mengenakan baju & celana putih sedangkan  mempelai wanita mengenakan baju putih dan rok berwarna hijau bermotif burung hong dan bunga. Upacara ini dilaksankan di pelataran rumah tepatnya didepan pintu. Peralatan yang digunakan yaitu satu buah meja dan persembahan berupa buah-buahan seperti (delima, pisang, jeruk, apel, mangga, pir, jeruk bali), kue mangkok, kue khu, telyau/manisan, arak, lilin merah dan gantang yang diisi beras untuk menacapkan hio. Kemudian dibawah meja sembahyang tersebut dilapisi dengan kain Toh Ui, yaitu kain merah bergambar delapan dewa. Yang pertama melakukan sembahyang yakni kedua orangtua baru di susul oleh mempelai, dalam upacara ini kedua orangtua akan melakukan Ganciu yaitu menungkan arak arak dibawah meja sembahyang tersebut sebanyak 3 kali. Ganciu ini di bantu oleh 2 orang yang pada jaman dahulu diharuskan memilki marga yang berbeda namun pada jaman sekarang ini hal tersebut hal tersebut tidak diwajibkan jadi Ganciu ini boleh dilaksanakan oleh orang yang marganya sama.

ü Menyisir rambut. Setelah sembahyang Sam Kay ini selesai mempelai akan diminta untuk duduk di kursi yang diletakkan didalam tetampah besar berwarna merah dengan gambar Thai Kek yaitu gambar hitam bertitik putih dan putih bertitik hitam yang saling melingkar dan melilit satu sama lain atau biasa disebut Yin & Yang, gambar tersebut bermakna bahwa rumah tangga itu terdiri dari suami istri yang feminim dan maskulin. Di depan tetampah tersebut juga sudah disiapkan sebuah gantang berwarna merah yang sudah diisi beras sebanyak 8 liter dan terdapat beberapa benda yaitu cermin/kaca, gunting (ka cian), benang ngosek atau sutra panca warna (ngou sek si soa), sisir, penggaris, timbangan kuno (li teng), lilin, pedang, kompas, dan kitab Lak Jit dengan penjepit kitabnya dari kayu.. Setelah itu mempelai akan disisiri rambutnya oleh saudara kandung terkecil dari masing-masing mempelai. Jika tidak memiliki adik boleh di gantikan oleh keponakan atau sepupu terkecilnya dan usianya tidak boleh melebihi dari pengantin sebanyak 3 kali sisiran yang dilakukan dari ujung kepala sampai menyentuh lantai.
 

ü Pemberian “uang pelita”. Setelah sisir rambut tersebut selesai mempelai akan diminta untuk tetap duduk di kursi tersebut selanjutnya para sanak saudara akan mendekati mempelai untuk memberikan sejumlah uang yang di masukan kedalam gantang (tau teng) yang ada di hadapan mempelai. Selama pemberian uang tersebut berlangsung mempelai harus memberikan soja kepada para sanak saudara. Uang pelita tersebut di berikan dengan maksud untuk bekal mempelai dalam mengarungi kehidupan berumah tangganya.
ü Mengenakan baju pengantin. Setelah pemberian uang pelita selesai makan mempelai akan mengenakan baju pengantin. Dimana baju tersebut merujuk pada pakaian pejabat dan istri pejabat dari dinasti Qin di Tiongkok. Mempelai wanita akan mengenakan berwarna merah sedangkan mempelai laki-laki akan di mengenakan baju berwarna hitam lengkap dengan topi caping atau yang biasa di sebut topi cetok. Mempelai wanita akan di sanggul dan di pasangkan kembang goyang sebanyak 22 buah yang biasa disebut “kembang gede” serta ditempeli kertas berwarna merah berbentuk bulan sabit di dahinya.
ü Setelah itu orangtua mempelai akan memberikan uang pelita yang telah dikumpulkan dengan membungkusnya dengan sapu tangan kepada mempelai tersebut.

ü Makan 12 mangkok. Pada upacara ini mempelai akan dihadapkan dengan 12 jenis lauk pauk dan nasi yang masing-masing di tempatkan di mangkok porselin. Makanan 12 mangkok tersebut di antaranya nasi, sambal ubi, bahuh/abon babi, babi hong, pencok, serundeng, babi goreng, ayam goreng, gula dan lain-lain bisa di sesuaikan. Makanan tersebut mewakili aneka rasa seperti, asam, asin, manis, pahit, pedas dan lain-lain yang bermakna bahwa dalam satu tahun ada 12 bulan yang akan dijalani dan setiap bulannya tidak sama jalan kehidupannya. Ke-12 mangkok makanan tersebut di bariskan ke samping berisi empat mangkok dan kebawah berisi tiga mangkok. Posisi mangkok empat baris bermakna bahwa didalam satu tahun ada empat musim yaitu musim semi atau Chuntin musim panas atau Xiantian, musim gugur atau Qiutian, dan musim dingin atau Dongtian. Posisi mangkok kebawah tiga baris mengandung makna bahwa dunia ini bersifat tiga jurusan yaitu jurusan atas, jurusan tengah dan jurusan bawah. Bagi orang yang berumah tangga harus memahami dan melaksanakan kewajiban untuk bersembahyang kepada leluhur sebanyak tiga kali seperti sembahyang Tahun Baru Imlek, Ceng Beng dan Cit Gwe.

ü Pertemuan mempelai. Sebelum pertemuan mempelai dilakukan, mempelai perempuan akan ditutup mukanya dengan menggunakan kerudung warna hujau yang dipakaikan oleh orangtua si mempelai. Ketika kerudung akan digunakan, mempelai perempuan diharuskan melakukan soja kepada orangtuanya.  Proses pertemuan kedua mempelai ini diawali oleh proses saweran, yaitu menaburkan bunga dan uang koin kepda pengantin. Tamu dan sanak sauadara yang datang boleh mengambil uang koin yang disebarkan tersebut. Pada proses ini, mempelai didampingi kedua orangtua dan dipayungi.
ü Pertemuan mempelai di kamar pengantin. Setelah prosesi saweran selesai, kedua mempelai akan menuju kamar pengantin. Didalam kamar pengantin mempelai lak-laki akan mebuka oto dan kerudung yang dikenakan mempelai perempuan kemudia mencabut satu kembang goyang. Hal ini melambangkan dimulainya kehidupan berumah tangga. Sedangkan mempelai perempuan akan akan membuka satu kancing baju mempelai laki-laki ini bermakna mempelai perempuan sudah resmi menjadi istri.

ü Suap-suapan. Kedua mempelai kemudian duduk dan saling suap makanan dan minuman berupa onde, buah atep, kue lapis dan agar-agar. Onde menyimbolkan kerukunan, buah atep menyimbolkan kemantapan, kue lapis menyimbolkan rejeki yang berlapis-lapis dan agar-agar mneyimbolkan kesegaran.

ü Sembahyang Thian Tie Kong, leluhur dan Cao Kun Kong. Sembahyang ini dilakukan oleh mempelai sebagai pasangan yang sah.
ü Teh Pai. Kedua mempelai akan prosesi Teh Pai kepada orantua dari kedua belah pihak mempelai dan diikuti oleh sanak kerabat. Dalam proses The Pai ini sanak keluarga memberikan angpau/perhiasan sebagai bekal dalam berumah tangga. Setelah upacara The Pai selesai, pasangan mempelai kemudian berkeliling menyapa para tamu dan kerabat yang hadir sembil bersoja sebagai ucapan terima kasih atas kedatangan dan do’a restu.
Setelah semua prosesi selesai dilaksankan kedua mempelai akan berganti kostum dengan mengenakan pakaian pesta yaitu mempelai wanita mengenakan gaun putih dan mempelai laki-laki mengenakan jas lengkap dengan celana bahan dan sepatu pantopel bergaya Eropa. Hal ini tejadi karena para peranakan tionghoa pada jaman dahulu banyak yang pergi menuntut ilmu ke Eropa sehingga mereka terpengaruh budaya Eropa tersebut. Dalam kepercayaan tionghoa putih melabangkan dukkha namun karena di Eropa warna putih melambangkan kesucian maka dari itu kebanyakan mempelai perempuan mengenakan gaun berwarna putih.


Sekian dari penjelasan mengenai hasil field visit yang telah kelompok kami lakukan. Jika terdapat kesalahan dalam penulisan mohon maaf. Terima kasih untuk Ibu Yo Ang Poh yang telah bersedia untuk melakukan wawancara bersama kami. Semoga apa yang kami sampaikan di postan ini dapat memberikan manfaat dan pengetahuan untuk pembaca.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar