Pada tanggal 23 Mei 2017, kami sekelompok “ Kue Keranjang” melakukan kunjungan ke suatu rumah kawin yang berada di daerah Tangerang. Sebelumnya kami sudah membuat janji untuk melakukan kunjungan kesana dan untungnya pemilik rumah kawin tersebut memberikan ijin kepada kami. Saat kami sampai di tempat tujuan dan bertepatan istri pemilik rumah kawin tersebut sedang berada di pekarangan, beliau menyambut hangat dan mengajak kami untuk masuk ke dalam rumahnya tersebut. Sebelumnya juga kami menyerahkan buah tangan untuk beliau yang telah kami beli di perjalanan. Kami pun dibawa masuk kedalam ruangan rumah kawin dan melakukan wawancara singkat di dalamnya bersama beliau.
Dan beberapa
hasil wawancara yang kami dapatkan dari beliau antara lain adalah sebagai
berikut :
LOKASI
DAN PEMILIK RUMAH KAWIN
Ini adalah gambar dari rumah kawin
yang kami kunjungi bernama Rumah Kawin Yo Ang Poh, yang berlokasi di Jalan
Beringin Raya II RT 002 RW 001 Nomor 122 Kedaung Wetan – Kota Tangerang.
Tepatnya rumah kawin ini berada di belakang Bandara Soekarno-Hatta. Untuk bisa sampai ketempat tujuan ada beberapa
jalur transportasi yang bisa kita gunakan. Bila kita dari arah pintu air, kita
bisa menaik angkutan umum berwarna putih biru bernomor 04
jurusan Kedaung , lalu turun di penghabisan angkutan tersebut. Setelah itu kita
dapat berjalan kaki atau bisa juga naik ojek sekitar 50 meter, lalu barulah
sampai ke rumah kawin Yo Ang Poh. Posisi rumah kawin berada di depan jalan
(tidak masuk ke dalam gang) dan untuk patokannya pengunjung bias melihat letak
rumah kawin bersebrangan tepat dengan Indomaret. Gerbang utama rumah kawin Yo
Ang Poh berwarna hijau, lalu gerbang
kedua berwarna coklat.
Atau bisa juga melalui jalan raya
utama dengan naik mobil Isuzu jurusan kampung Melayu Teluk Naga dan turun di
persimpangan tak jauh dari Terowongan belakang bandara kemudian bisa naik ojek
ataupun becak yang sudah mangkal disana.
PEMILIK
RUMAH KAWIN YO ANG POH
Yang berada ditengah-tengah kami
adalah foto istri dari pemilik rumah kawin Yo Ang Poh, beliau berumur 68 tahun.
Sedangkan suaminya yang bernama Yo Ang Poh berumur 70 tahun. Pekerjaan sehari-harinya
adalah sebagai seorang ibu rumah tangga. Sedangkan Bapak Yo Ang Poh sendiri tidak
memiliki pekerjaan khusus, kegiatan yang beliau lakukan saat kami berkunjung
saat itu adalah sedang mengecek kandangan dan memberi makan ayam peliharaannya.
Saat kami berkunjung kami
menanyakan tentang asal mula di dirikannya rumah kawin ini dan Ibu Yo Ang Poh
menjelaskan bahwa awal bisa dibukanya rumah kawin ini dikarenakan dahulu Beliau
dan suaminya tinggal di sebuah rumah biasa yang berlokasi di pinggir bandara Soekarno
Hatta, karena pada waktu itu terjadi penggusuran pada tahun 1975 ia pindah ke Kedaung
Wetan, dan mereka membeli sebuah tanah ± 5000 meter dengan harga 900 perak Rupiah
per meternya, tanah tersebut masih belum dijadikan bangunan. Dan pada tahun
1979 tanah tersebut akhirnya dibangunkan sebuah rumah. Awalnya rumah itu hanya
sebagai rumah tinggal biasa yang disampingnya terdapat toko sembako untuk mata
pencaharian mereka. Kemudian suatu hari teman dari suaminya menyarankan untuk
membuat rumah kawin saja. Akhirnya merekapun setuju dengan saran temannya dikarenakan
juga toko sembakonya sepi pelanggannya dan banyak yang menghutang.
PEMBAGIAN RUANGAN
Saat berkunjung kami melakukan keliling-keliling
ruangan yang ada disana. Jika dilihat dari luar bangunan, kita bisa melihat
terdapat lahan untuk parkir kendaraan para tamu undangan. Lahannya memang tidak
terlalu luas jika dilihat dari depan, tapi jika ditelusuri di samping
kanan-kiri bangunan juga terdapat lahan parkir .
Nama nya juga rumah kawin, dimana rumah pastilah
terdapat beberapa ruangan seperti kamar tidur, kamar mandi, dapur atau juga
ruang utama.
Saat kita masuk jika di sisi kiri ruangan setelah
gerbang akan terdapat ruangan kursi-kursi dimana keluarga dari pengantin untuk
duduk menyambut para undangan selain di dalam biasanya yang dibagian ini adalah
adik ataupun sepupu dari pengantin juga saudari perempuan orangtua pengantin,
sedangkan di sisi luar biasanya ditempati untuk pihak keluarga dari saudara
laki-laki orang tua pengantin.
Tak jauh dari tempat tersebut terdapat meja untuk tempat
membagikan piring kepada para tamu biasanya ada disisi kiri atau kanan
tergantung posisi rumah kawin yang ada.
Lalu disisi kanan terdapat sebuah
panggung yang disediakan untuk penampilan Gambang Kromong yang sudah disewa oleh
Pengantin untuk menghibur para tamu. Dikarenakan kami berkunjung disaat tidak
ada pesta maka kami hanya mendokumentasikan foto kosong tanpa ada gambang
kromongnya.
Disetiap rumah kawin pasti jika
kita masuk kita akan langsung berhadapan dengan sebuah meja panjang. Nah meja
inilah yang digunakan untuk mejamu tamu yang hadir, biasanya yang duduk di meja
ini adalah orang tua lelaki dari pengantin. Berdiri dan memberikan soja kepada
setiap tamu yang datang sebagai ucapan terima kasih untuk kedatangan untuk
membedakannya dari yang lain agar para undangan bisa mengenali yang mana sang
tuan rumahnya.
Tempat
Pelaminan
Tak jauh dari meja tamu, terdapat
sebuah tempat pelaminan untuk pengantin menyambut tamunya. Di rumah kawin ini
tempat pelaminannya masih belum lama dibuat. Sebelumnya rumah kawin ini tidak
menyediakan tempat pelaminan namun dikarenakan banyak yang menyarankan agar
dibuatkan tempat pengantin agar tidak kesusahan duduk makan dibuatlah tempat
ini. Biasanya di rumah kawin yang tidak disediakan tempat pelaminan, para
pengantin duduk dengan menggunakan kursi plastik biasa sama seperti kursi yang
digunakan untuk duduk para undangan.
Diatas adalah foto tempat untuk
para undangan makan, bisa di dalam ataupun di luar ruangan banyak terdapat bangku
dan meja untuk makan yang biasanya juga disediakan berbagai kue-kue khas di
rumah kawin.
Foto diatas adalah kamar tidur yang
disediakan di rumah kawin tersebut. Memang hanya disediakan satu kamar saja
karna sebelumnya sudah dijelaskan bahwa rumah ini dulunya adalah tempat tinggal
mereka.
Foto diatas adalah
foto dari dapur yang disediakan di rumah kawin. Ubin yang masih dalam keadaan
semen sengaja digunakan agar para pekerja masak tidak licin saat berjalan dan
terdapat tungku kompor yang menggunakan bahan kayu untuk memasak ataupun
memanggang kue.
Setiap tahun, sang Dewa Dapur akan naik ke
kahyangan dan melapor kepada Kaisar Langit tentang semua kebaikan dan keburukan
yang diperbuat oleh manusia, terlebih untuk keluarga yang diawasinya sepanjang
tahun tersebut.
Oleh karena itu
setiap rumah tangga yang ada tempat sembahyang kepada Dewa Dapur akan membuat
upacara persembahan kepada sang Dewa Dapur pada tanggal tersebut dengan tujuan
untuk mengantar Dewa Dapur naik ke Langit. Sembahyang kepada Dewa Dapur ini
juga sebagai tanda bermulanya sambutan perayaan tahun baru imlek.
Sisa waktu 7 hari
menyambut tahun baru Imlek biasanya ada waktu sehari yang dimanfaatkan oleh
umat untuk membersihkan altar sembahyang dan rupang/patung Dewa/i, baik yang
ada di Kelenteng ataupun di tempat sembahyang pribadi di rumah.
Pembersihan altar
sembahyang atau rupang atau patung Dewa/dewi ini merupakan sebuah simbol tanda
bakti yang dimaksudkan untuk menyiapkan tempat yang bersih untuk para Dewa /
dewi ketika kembali turun pada hari ke 4 setelah Imlek nanti. Pembersihan di
kelenteng juga bertujuan untuk mempersiapkan diri karena umat akan mulai
ramai datang pada saat menjelang dan sesudah Imlek nanti.
Setelah itu pada
Hari ke-empat di tahun yang baru setelah imlek, kembali ditandai lagi dengan
suatu upacara persembahyangan untuk menyambut turunnya Dewa-Dewi dari Langit ke
bumi. Persembahyangan ini umumnya dilakukan di Kuil/Klenteng, namun ada pula
yang melakukan sembahyang di rumah masing-masing.
Upacara sembahyang
ini dilakukan sekitar tengah malam menjelang tibanya tanggal 4 (subuh). Tujuan
upacara sembahyang ini adalah untuk menyambut kembalinya sang Dewa Dapur dan
Dewa-Dewa lainnya dari Istana Langit karena telah selesai membuat ‘Laporan
Tahunan’ kepada Kaisar Langit (Yu Hwang Shang Di); untuk selanjutnya kembali
bertugas mengawasi jalannya Kehidupan di Dunia ini.
Menurut
legenda, Dewa Dapur itu berasal dari jaman Dinasti Qing (1644 –
1911). Saat itu Kaisar melihat ternyata dapur merupakan tempat
berkumpulnya para dayang wanita; dimana dari sana sering berkembang gosip dan
fitnah di lingkungan istana, sehingga kemudian menyebar keluar dan mempengaruhi
ketentraman masyarakat lingkungannya.
Karena
itu Kaisar kemudian menitahkan bahwa setiap rumah warga di dapurnya harus
dipasang Dewa Dapur. Diedarkan titah yang isinya bahwa Dewa Dapur akan
mengawasi, serta mencatat semua omongan serta kegiatan di dapur setiap harinya,
lalu pada tanggal 26 bulan 12 Imlek, Dewa Dapur akan naik ke langit menemui
Kaisar Langit (Yi Huang Ta Ti), untuk melaporkan semua catatannya mengenai
keluarga yang dia awasi.
Bagi umat
yang masih menjalankan tradisi sembahyang menyambut Dewa Dapur ini, mereka
sangat percaya bahwa di hari baik inilah Para Dewa-Dewi yang baru turun dari
Langit akan membawa banyak Berkah yang akan dibagi-bagikan kepada manusia di
bumi. Ritual mengantar dan menyambut Dewa Dapur ini
digelar setiap tahun untuk menyambut Imlek.
Biasanya
di setiap rumah kongsi yang pemiliknya sudah ada yang menikah akan membuat
altar dewa dapur di ruangan dapurnya. Seperti di rumah anggota kelompok kami,
dimana ia tinggal di rumah gede atau rumah kongsi nya terdapat altar khusus
untuk dewa dapur.
GAMBANG KROMONG & COKEK
Gambang Kromong (atau ditulis
gambang keromong) adalah sejenis orkes yang memadukan gamelan dengan alat-alat
music Tionghoa, seperti sukong, tehyan, dan kongahyan. Sebutan gambang kromong
diambil dari nama dua buah alat perkusi, yaitu gambang dan kromong. Awal mula
terbentuknya orkes gambang kromong tidak lepas dari seorang pemimpin komunitas
Tionghoa yang diangkat Belanda (kapitan Cina) bernama Nie Hoe Kong. Lagu-lagu
yang dibawakan pada music gambang kromong adalah lagu-lagu yang isinya bersifat
humor, penuh gembira, dan kadangkala bersifat ejekan atau sindiran. Pembawaan
lagunya dinyanyikan secara bergilir antara laki-laki dan perempuan sebagai
lawannya.
Tarian
Cokek pertama kali diperkenalkan oleh tuan tanah keturunan tionghoa, Tan Sio
Kek. Menurut kisahnya, Tan Sio Kek kerap menyelenggarakan pesta di kediamannya
dan mengundang orang para musisi dari daratan Cina dengan membawa alat music
dari negara asalnya. Tarian Cokek biasanya dimainkan oleh sepuluh orang penari
wanita, dan tujuh orang laki-laki pemegang gambang kromong, alat music yang
mengiringinya. Di daerah Tangerang , tari cokek biasanya dimainkan sebagai
pertunjukan hiburan saat warga cina benteng menyelenggarakan acara, khususnya
acara pernikahan. Oleh warga tionghoa di Tangerang, Tari Cokek disebut tari
penyambutan tamu
Dirumah kawin ini terdapat 2 menu
yang tersaji yaitu makanan khas Indonesia dan khas tionghoa. Makanan khas
tionghoa di sajikan di rumah kawin ini karena untuk melestarikan tradisi dan
budaya tionghoa. Makanan tersebut dimasak di dapur rumah kawin oleh juru masak
yang ada disana , penyewa hanya membeli bahan-bahan dan keperluan lainnya
tetapi penyewa juga bisa membawa juru masak sendiri jika ingin, makanan yang
diolah pun bisa diganti sesuai keinginan penyewa dan kemampuan juru masak
disana.
Masakan yang tersedia antara lain adalah Gado-Gado, Sambel
Ati, Ayam Kecap, Rendang, Acar, Kerupuk Udang, Bihun/ Mie Goreng, Babi cin, Bakut, Sate Babi, Babi Merah
Yang membedakan
makanan diatas hanyalah penggunaan
daging babi untuk masakannya.
Agar ( biasa berwarna pink), Kue Mangkok warna pink,
Kue bolu , Kue Pepe, Kue Lapis, Kue
Negasari, Bika ambon, Roti Baso, Roti Terigu, Kue Pisang dan lain-lainnya.
Pesta Kawin
Sebelum kedua mempelai memasuki
acara puncak di-H mereka akan melakukan upacara Chio Tao terlebih dahulu. Secara harfiah Chio Tau berarti “mendandani rambut” yaitu proses menyisir rambut
kedua mempelai yang dilakukan oleh saudara atau kerabat si mempelai. Chio Tao merupakan salah satu proses
dalam pernikahan adat Tionghoa, yaitu sebuah ritual perlintasan yang harus
dilakasanakan sebagai momen pemurnian dan inisiasi peralihan dari fase
kanak-kanak menjadi dewasa. Maka dari itu Chio
Tao ini dianggap sakral dan hanya boleh dilaksankan sekali seumur hidup
dalam proses pernikahan. Bagi janda atau duda tidak diperkenankan untuk
melaksanakan Chio Tao, kecuali pada
pernikahan sebelumnya ia tidak melaksankan upacara Chio Tao. Chio Tao ini biasa
dilaksankan secara terpisah yaitu mempelai mengadakan upacarannya di rumahnya
masing-masing sebelum dipertemukan, atau bisa juga dilaksanakan di salah satu
rumah kedua mempelai, pihak yang melaksanakan upacara di tempat pasangnnya
biasa disebut “numpang” & kedua mempelai akan bergantian dalam melakukan
upacara ini.
Berikut ini urutan upacaranya:
ü Sembahyang
Sam Kay. Sembahyang Sam Kay ini dilaksanakan oleh orangtua berserta
mempelainya sebagai penghormatan kepada Tuhan, penguasa dunia (Thian Tie Kong). Diiringi teompet,
kenong dan kendang. Dalam sembahyang ini mempelai akan didampingi oleh kedua
orangtuanya. Mempelai laki-laki akan mengenakan baju & celana putih
sedangkan mempelai wanita mengenakan
baju putih dan rok berwarna hijau bermotif burung hong dan bunga. Upacara ini
dilaksankan di pelataran rumah tepatnya didepan pintu. Peralatan yang digunakan
yaitu satu buah meja dan persembahan berupa buah-buahan seperti (delima,
pisang, jeruk, apel, mangga, pir, jeruk bali), kue mangkok, kue khu,
telyau/manisan, arak, lilin merah dan gantang yang diisi beras untuk menacapkan
hio. Kemudian dibawah meja sembahyang tersebut dilapisi dengan kain Toh Ui, yaitu
kain merah bergambar delapan dewa. Yang pertama melakukan sembahyang yakni
kedua orangtua baru di susul oleh mempelai, dalam upacara ini kedua orangtua
akan melakukan Ganciu yaitu menungkan arak arak dibawah meja sembahyang
tersebut sebanyak 3 kali. Ganciu ini di bantu oleh 2 orang yang pada jaman
dahulu diharuskan memilki marga yang berbeda namun pada jaman sekarang ini hal
tersebut hal tersebut tidak diwajibkan jadi Ganciu ini boleh dilaksanakan oleh
orang yang marganya sama.
ü Menyisir
rambut. Setelah sembahyang Sam Kay ini selesai mempelai akan diminta untuk
duduk di kursi yang diletakkan didalam tetampah besar berwarna merah dengan
gambar Thai Kek yaitu gambar hitam
bertitik putih dan putih bertitik hitam yang saling melingkar dan melilit satu
sama lain atau biasa disebut Yin & Yang, gambar tersebut bermakna bahwa
rumah tangga itu terdiri dari suami istri yang feminim dan maskulin. Di depan
tetampah tersebut juga sudah disiapkan sebuah gantang berwarna merah yang sudah
diisi beras sebanyak 8 liter dan terdapat beberapa benda yaitu cermin/kaca,
gunting (ka cian), benang ngosek atau
sutra panca warna (ngou sek si soa),
sisir, penggaris, timbangan kuno (li teng),
lilin, pedang, kompas, dan kitab Lak Jit
dengan penjepit kitabnya dari kayu.. Setelah itu mempelai akan disisiri rambutnya
oleh saudara kandung terkecil dari masing-masing mempelai. Jika tidak memiliki
adik boleh di gantikan oleh keponakan atau sepupu terkecilnya dan usianya tidak
boleh melebihi dari pengantin sebanyak 3 kali sisiran yang dilakukan dari ujung
kepala sampai menyentuh lantai.
ü Pemberian
“uang pelita”. Setelah sisir rambut tersebut selesai mempelai akan diminta
untuk tetap duduk di kursi tersebut selanjutnya para sanak saudara akan
mendekati mempelai untuk memberikan sejumlah uang yang di masukan kedalam
gantang (tau teng) yang ada di
hadapan mempelai. Selama pemberian uang tersebut berlangsung mempelai harus
memberikan soja kepada para sanak
saudara. Uang pelita tersebut di berikan dengan maksud untuk bekal mempelai
dalam mengarungi kehidupan berumah tangganya.
ü Mengenakan
baju pengantin. Setelah pemberian uang pelita selesai makan mempelai akan
mengenakan baju pengantin. Dimana baju tersebut merujuk pada pakaian pejabat
dan istri pejabat dari dinasti Qin di Tiongkok. Mempelai wanita akan mengenakan
berwarna merah sedangkan mempelai laki-laki akan di mengenakan baju berwarna
hitam lengkap dengan topi caping atau yang biasa di sebut topi cetok. Mempelai wanita akan di sanggul
dan di pasangkan kembang goyang sebanyak 22 buah yang biasa disebut “kembang
gede” serta ditempeli kertas berwarna merah berbentuk bulan sabit di dahinya.
ü Setelah
itu orangtua mempelai akan memberikan uang pelita yang telah dikumpulkan dengan
membungkusnya dengan sapu tangan kepada mempelai tersebut.
ü Makan
12 mangkok. Pada upacara ini mempelai akan dihadapkan dengan 12 jenis lauk pauk
dan nasi yang masing-masing di tempatkan di mangkok porselin. Makanan 12
mangkok tersebut di antaranya nasi, sambal ubi, bahuh/abon babi, babi hong,
pencok, serundeng, babi goreng, ayam goreng, gula dan lain-lain bisa di
sesuaikan. Makanan tersebut mewakili aneka rasa seperti, asam, asin, manis, pahit,
pedas dan lain-lain yang bermakna bahwa dalam satu tahun ada 12 bulan yang akan
dijalani dan setiap bulannya tidak sama jalan kehidupannya. Ke-12 mangkok
makanan tersebut di bariskan ke samping berisi empat mangkok dan kebawah berisi
tiga mangkok. Posisi mangkok empat baris bermakna bahwa didalam satu tahun ada
empat musim yaitu musim semi atau Chuntin
musim panas atau Xiantian, musim
gugur atau Qiutian, dan musim dingin
atau Dongtian. Posisi mangkok kebawah
tiga baris mengandung makna bahwa dunia ini bersifat tiga jurusan yaitu jurusan
atas, jurusan tengah dan jurusan bawah. Bagi orang yang berumah tangga harus
memahami dan melaksanakan kewajiban untuk bersembahyang kepada leluhur sebanyak
tiga kali seperti sembahyang Tahun Baru Imlek,
Ceng Beng dan Cit Gwe.
ü Pertemuan
mempelai. Sebelum pertemuan mempelai dilakukan, mempelai perempuan akan ditutup
mukanya dengan menggunakan kerudung warna hujau yang dipakaikan oleh orangtua
si mempelai. Ketika kerudung akan digunakan, mempelai perempuan diharuskan
melakukan soja kepada
orangtuanya. Proses pertemuan kedua
mempelai ini diawali oleh proses saweran,
yaitu menaburkan bunga dan uang koin kepda pengantin. Tamu dan sanak sauadara
yang datang boleh mengambil uang koin yang disebarkan tersebut. Pada proses
ini, mempelai didampingi kedua orangtua dan dipayungi.
ü Pertemuan
mempelai di kamar pengantin. Setelah prosesi saweran selesai, kedua mempelai akan
menuju kamar pengantin. Didalam kamar pengantin mempelai lak-laki akan mebuka
oto dan kerudung yang dikenakan mempelai perempuan kemudia mencabut satu
kembang goyang. Hal ini melambangkan dimulainya kehidupan berumah tangga.
Sedangkan mempelai perempuan akan akan membuka satu kancing baju mempelai
laki-laki ini bermakna mempelai perempuan sudah resmi menjadi istri.
ü Suap-suapan.
Kedua mempelai kemudian duduk dan saling suap makanan dan minuman berupa onde, buah atep, kue lapis dan agar-agar. Onde menyimbolkan kerukunan, buah atep menyimbolkan kemantapan, kue lapis menyimbolkan rejeki yang
berlapis-lapis dan agar-agar
mneyimbolkan kesegaran.
ü Sembahyang
Thian Tie Kong, leluhur dan Cao Kun Kong. Sembahyang ini dilakukan
oleh mempelai sebagai pasangan yang sah.
ü Teh Pai.
Kedua mempelai akan prosesi Teh Pai kepada
orantua dari kedua belah pihak mempelai dan diikuti oleh sanak kerabat. Dalam
proses The Pai ini sanak keluarga
memberikan angpau/perhiasan sebagai
bekal dalam berumah tangga. Setelah upacara The
Pai selesai, pasangan mempelai kemudian berkeliling menyapa para tamu dan
kerabat yang hadir sembil bersoja
sebagai ucapan terima kasih atas kedatangan dan do’a restu.
Setelah semua prosesi
selesai dilaksankan kedua mempelai akan berganti kostum dengan mengenakan
pakaian pesta yaitu mempelai wanita mengenakan gaun putih dan mempelai laki-laki
mengenakan jas lengkap dengan celana bahan dan sepatu pantopel bergaya Eropa.
Hal ini tejadi karena para peranakan tionghoa pada jaman dahulu banyak yang
pergi menuntut ilmu ke Eropa sehingga mereka terpengaruh budaya Eropa tersebut.
Dalam kepercayaan tionghoa putih melabangkan dukkha namun karena di Eropa warna
putih melambangkan kesucian maka dari itu kebanyakan mempelai perempuan mengenakan
gaun berwarna putih.
Sekian
dari penjelasan mengenai hasil field visit yang telah kelompok kami lakukan. Jika
terdapat kesalahan dalam penulisan mohon maaf. Terima kasih untuk Ibu Yo Ang
Poh yang telah bersedia untuk melakukan wawancara bersama kami. Semoga apa yang
kami sampaikan di postan ini dapat memberikan manfaat dan pengetahuan untuk
pembaca.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar