Hai bloggers
, selamat malam. Pada kesempatan kali ini, kami ingin membahas tentang review
film yang berjudul “GIE”. Film ini
disutradarai oleh Riri Riza yang mana sekaligus penulis film tersebut dan juga diproduseri
oleh Mira Lesmana. Film yang ditayangkan pada tahun 2005 ini menceritakan
seorang aktivis mahasiswa muda Indonesia keturunan Tionghoa yang bernama Soe Hok Gie. Film ini sendiri diangkat
dari sebuah buku karya beliau yang berjudul “ Catatan Seorang Demonstran”. Sebuah buku yang diterbitkan pertama
kali tahun 1983-an yang mana merupakan rekaman hidup nyata diri Soe Hok Gie
yang dicatat dalam buku hariannya.
Pertama saya
akan membahas latar belakang dari Gie, ia adalah anak keempat dari lima
saudara. Ayahnya bernama Soe Lie Pit yang mengganti namanya menjadi Salam sutraman
dan Ibunya bernama Nio Hoe An. Kakaknya yang paling mendominasi di film ini
bernama Soe Hoe Djin yang mengikuti ayahnya untuk mengganti nama menjadi Arief
Budiman. Gie lahir di Djakarta pada tanggal 17 Desember 1942 dan wafat tepat
sehari sebelum ia genap berumur 27 tahun di puncak Gunung Semeru.
Gie kecil (
Jonathan Muliaa ) bersekolah di Sekolah Dasar Sinhwa saat umurnya kira-kira 5
tahun, dan kemudian melanjutkan pendidikannya di Sekolah Menengah Pertama
Strada Gambir. Sedari kecil hobi Gie adalah membaca buku karya-karya sastra
bahkan ia pernah membaca buku langka karangan Pramoedya Ananta Toer yang
berjudul “ Cerita dari Blora “.
Gie dikenal sebagai anak yang tak segan untuk
mengeluarkan pendapatnya kepada siapa saja. Hal ini tidak terkecuali kepada
gurunya di sekolah. Saat di kelas ia berbeda pendapat dengan gurunya, Gie tetap
gigih bahwa ia benar namun hal tersebut malah membuatnya harus menerima nilai
ulangannya dikurangi 3 poin. Dari yang awalnya bernilai 8 menjadi bernilai 5,
selain itu ia juga dihukum atas perbuatannya melawan perkataan gurunya
tersebut.
Gie sangat
tidak terima akan hal tersebut karena menurutnya itu sangat tidak adil terlebih
lagi ia menemukan bukti bahwa gurunya tersebut membantu keponakannya untuk mendapatkan
nilai yang tinggi. Gie merasakan hal itu tidaklah benar , ia pun melakukan
protes kepada Kepala Sekolahnya tersebut namun hal itu malah membuatnya harus
mengulang kelas kembali. Setelah menerima kabar bahwa ia diharuskan mengulang
kelas, ia semakin merasa bahwa ia harus mengadakan koreksi habis-habisan kepada
guru yang tidak tahan kritik. Karena menurutnya guru bukanlah dewa dan selalu
benar dan murid bukan kerbau. Ia bersama temannya yang bernama Han ( Christian
Audy ) seusai pulang sekolah pun mengikuti guru tersebut untuk melakukan aksi
protesnya namun setelah sampai di dekar rumah gurunya tersebut. Dan melihat
kejadian dimana kondisi rumah gurunya sangatlah tidak layak untuk ukuran
seorang yang berprofesi guru terlebih anak-anak nya masih sangat kecil. Hati
Gie tergerak saat melihat apa yang ia saksikan, hal tersebut membuatnya
membatalkan aksi protes itu. Karena bagi Gie tidaklah pantas menindas warga
kecil yang tidak berkehidupan yang layak.
Sejak saat
itu Gie memutuskan untuk pindah sekolah dan ia semakin rajin belajar dan
membaca buku, bahkan ia semakin sering berkunjung ke perpustakaan umum.
Masuk kepada Masa
peralihan ( Gie kecil
yang sudah menjadi dewasa )
Setelah Gie lulus dari
masa SMA di Kollese Kanisius, ia melanjutkan kuliah di Universitas Indonesia
dari tahun 1962 – 1969. Ia adalah mahasiswa Fakultas Sastra Jurusan Sejarah.
Selama kurun waktu sebagai mahasiswa Gie menjadi mahasiswa aktif di kampusnya
yang memprotes Presiden Soekarno dan PKI. Masa remaja dan kuliah Gie di jalani
di bawah rezim pelopor kemerdekaan Indonesia Bung Karno, yang di tandai dengan
konflik antara militer dengan PKI.
Era tahun 1963-an
Pada suatu hari Gie
bersama dengan teman-teman kampusnya yang lain tengah membahas tentang
harga-harga yang semakin membumbung naik & membuat kaum kapitalis semakin
lahap memakan rakyat. Gie mengajak teman-temannya untuk bertindak sesuatu
karena ia beranggapan bahwa seorang sarjana bertugas untuk berfikir &
mencipta yang baru dan membebaskan masyarakat dari kekacauan, tetapi tidak
melepaskan fungsi sosialnya yakni bertindak demi tanggung jawab sosial.
Masih di tahun 1963,
saat diskusi dengan Eksponen Partai Sosial Indonesia yang di larang Gie di
temui oleh Pak Ben. Ia adalah seorang dimsos anggota dari aktivis gerakan yang
di pimpin tokoh mantan pejabat Sumitro namanya. Karena semangat memberontakanya
ia kini mengasingkan diri ke luar negeri. Pak Ben meminta Gie untuk masuk dalam
kampanyenya yang berbentuk underground publication/underground catalog
publication yang kegiatannya mengumpulkan gagasan intelek-intelek muda untuk di
jadikan sebuah kumpulan tulisan berkala. Tujuannya adalah pembentukan opini
tentang pembentukan bangsa ini dan gerakan ini merupakan gerakan murni tidak
memihak organisasi manapun. Namun pada saat itu Gie belum memutuskan apakah
akan menolak atau menerima tawaran tersebut.
Kemudian pada suatu
hari Gie pernah diminta untuk bertemu dengan Presiden Soekarno sebagai anggota
pemuda delegasi-delegasi yang setuju dengan asimilasi dan meminta restu dari
beliau. Sebenarnya pada saat itu Gie tidak menyukai Soekarno karena masa
pemerintahannya banyak ketidakadilan & kotor. Namun Gie tetap menghadiri acara
tersebut & menemui Soekarno.
Era tahun 1964-an
Pada suatu hari Gie
bertemu dengan Han yaitu teman masa kecil Gie. Mereka banyak mengobrol dan
membicarakan revolusi tentang situasi tegang antara militer & PKI yang saat
itu Soekarno cukup dekat dengan PKI dan pada saat itu ternyata di ketahui bahwa
Han telah bergabung dengan PKI. Han pun menyarankan Gie masuk salah satu organisasi
namun Gie menolak karena ia tidak ingin masuk organisasi manapun dan memilih
bersikap netral. Gie pun menyarankan Han untuk keluar dari organisasi manapun
& bersikap netral namun Han pun menolaknya.
Pada tahun yang sama
juga Gie kembali menemui Pak Ben dan Gie memutuskan untuk bergabung dan
menyerahkan beberapa lembar gagasannya dan dari sinilah Gie mulai banyak
menulis gagasannya.
Era tahun 1965-an
Suatu hari Gie menyarankan
Herman untuk mencalonkan diri di senat yang akhirnya mereka terpilih. Dan mereka
mengisi kegiatan senat dengan kegiatan MAPALA ( Mahasiswa Pecinta Alam).
Setelah lama
berjaya dalam senat dan beberapa lama berjalan terjadi kesalahpahaman yang
terjadi diantara mahasiswa tentang MAPALA. Yang pada akhirnya MAPALA dituntut
dibubarkan. Setelah MAPALA dibubarkan, temannya Gie yang bernama Herman bernanya: “Kenapa Gie harus
ngelakuin perlawanan ini?” yang dijawab oleh Gie dengan “ Kita
punya pemimpin, kita punya bapak yang kita akui sebagai founding father di
negeri ini. Tapi bukan berarti dia punya kekuatan absolut untuk menetukan hidup
kita. Apalagi kita sadar bahwa ada
keselewengan, ketidak adilan. Sederhananya, ingin ada perubahan supaya
Indonesia lebih baik. Satu -satunya cara
adalah Sukarno harus jatuh.”
Pada 1 oktober 1965
Ahmad Yani diculik ( kejadian
ini dikenal dengan tragedi G30SPKI). Setelah mendengar kabar bahwa Ahmad Yani diculik, Gie langsung pergi ketempat Sunarto. Yang kemudian Sunarto mengajak Gie untuk
bertemu dengan
Wijono. Akibat penculikan ini banyak orang - orang berpikir kalo ini perbuatan PKI. Kemudian pada
saat itu juga,
di dalam ABRI ada tingkatan level / dua blok.
Yang pertama anti komunis, yang
kedua pengaruh unsur komunis. Yang mana Sukarno lebih condong pada pilihan yang ke 2. Karena menurut Sukarno PKI
lebih mengimbangi daripada ABRI.
Malam harinya Gie mendatangi rumah Han. Dia menyuruh Han untuk menyembunyikan atau
membakar hal - hal yang berbau PKI, hal tersebt Gie lakukan karena ia melihat bendera & berkas -
berkas PKI. Gie menyuruh Han untuk
pergi dari rumahnya tapi Han menolak karena ia memiliki tantenya yang sakit
dan sudah tua yang tidak bisa ia tinggalkan begitu saja.
Januari
1966
Dalam usaha untuk
menjatuhkan pengaruh kelompok anti komunis, pemerintah Sukarno membuat politik
kenaikan harga, sasarannya jelas membuat rakyat untuk tidak lagi berpikir
tentang penumpasan PKI. Terus organisasi - organisasi mahasiswa yang tergabung
dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia
(KAMI), organisasi itu turun ke jalanan dengan tuntutan salah satunya untuk
membubarkan PKI. Lalu mahasiswa UI
melakukan demo di depan gedung menteri minyak dan gas bumi dan beberapa
perwakilan mahasiswa masuk ke ruang menteri dan akhirnya menandatangani perjanjian,
kemudian menteri tersebut dibawa keluar gedung untuk menemui mahasiswa lainnya.
Setelah itu semua berjalan dengan lancar. Dan beberapa tahun setelahnya, Gie akhirnya lulus
kuliah kemudian menjadi dosen di almamaternya.
Pada suatu malam Gie bermimpi tentang
Han dan membuatnya berencana mengunjungi kembali rumah Han yang ternyata sudah
kosong setelah terjadi razia PKI. Setelah itu, Gie mengunjungi tante Han yang
berada di sebuah panti jompo. Ia mendapatkan informasi bahwa Han terkena razia
PKI dan membuat Han ditangkap kemudian dipenjarakan.
Di akhir tahun 1965 sekitar 80.000
jiwa dibunuh di Bali. Terjadi pembakaran – pembakaran rumah, juga
pemerkosaan. Disekitar tahun 1969, Gie diikuti orang di jalanan kemudian
kantor radio UI dihancurkan, pada malam harinya saat turun dari angkutan umum,
Gie hampir diserempet mobil dan dilempari kertas yang bertuliskan TJINA &
PKI = MATI. Hal tersebut dikarenakan kritikan keras yang dilakukan oleh Gie
baik dalam radio maupun surat harian.
Hal ini terjadi karena Gie terlalu
berambisi dalam mengkritik pemerintahan di Indonesia melalui surat-surat kabar
dan radio.
Pada hari jum'at, 12 Desember 1969.
Gie dan teman-teman sudah berkumpul di Statsiun Kereta Api Gambir. Mereka
bermaksud mendaki puncak Mahameru, kali ini adalah pendakian pertama bagi
Mapala mendaki puncak tertinggi di pulau Jawa itu.
Pagi itu, 16 Desember 1969, langit masih setengah gelap, rombongan siap
berangkat. Dalam perjalanan, cuaca buruk yang penuh hujan dan gerimis bercampur
kabut. Hok Gie lalu bergegas turun, mungkin berbarengan dengan Tides. Sambil
berteriak dan turun, Tides menyuruh untuk segera turun karena cuaca tidak
bagus. Bau uap sangata menyengat membikin sesak kantong udara di paru-paru.
Entah berapa puluh menit berlalu, cuaca belum betul-betul gelap. Lamat-lamat
terdengar suara geruduk guliran batu pasir. Terlihat Fredy dan Herman meluncur
turun, tanpa Hok Gie dan Idhan.
Herman datang duluan. Sambil
mengempaskan diri ke tenda darurat, dia langsung melapor ke Tides. "Hok
Gie dan Idhan meninggal, mereka tiba-tiba kejang dan tidak bergerak." Kata
Herman dalam keadaan panik. Gie
mendaki Gunung Semeru dan tepat pada tanggal 16 desember 1969 sehari sebelum
genap berumur 27 tahun, dan Gie meninggal dunia yang disebabkan oleh gas
beracun.
24 Desember 1969 Gie dimakamkan di
pemakaman Menteng Pulo, namun dua hari kemudian dipindahkan ke Pekuburan Kober,
Tanah Abang. Pada Tahun 1975 Ali Sadikin membongkar Pekuburan Kober sehingga
harus dipindahkan lagi, namun keluarganya menolak dan teman-temannya sempat
ingat bahwa jika dia meninggal sebaiknya mayatnya dibakar dan abunya disebarkan
di gunung. Dengan pertimbangan tersebut akhirnya tulang belulang Gie dikremasi
dan abunya disebar di puncak Gunung Pangrango.
Kemudian di puncak Gunung Mahameru
terdapat sebuah plakat baja untuk mengenang pecinta alam yang sudah berjasa
semasanya. Di plakat lempengan baja tersebut tertulis IN MEMORIAM SOE HOK GIE
& IDHAN LUBIS, lengkap dengan sebuah puisi. Berikut puisi yang tertulis
dalam plakat tersebut:
Yang mencintai udara jernih
Yang mencintai terbang burung-burung
Yang mencintai keleluasaan dan
kebebasan
Yang mencintai bumi
Mereka mendaki ke puncak gunung-gunung
Mereka tengadah dan berkata,
ke sanalah Soe Hok Gie dan Idhan
Lubis pergi
Kembali ke pangkuan bintang-bintang
Sementara bunga-bunga negeri ini
tersebar sekali lagi
Sementara sapu tangan menahan tangis
Sementara Desember menabur gerimis
Plakat lempengan baja ini pertama
kali dibuat tahun 1970 oleh Herman Lantang, kemudian diubah tahun 1989, lalu
tahun 2002 di ubah oleh Indonesia Green Ranger.
Plakat tersebut seolah menjadi magnet yang mengundang para pendaki dan pecinta
alam dari berbagai daerah, bersemangat untuk menapakkan kaki di puncak
Mahameru. Plakat tersebut diturunkan pada 16 Desember
2012. Setelah diturunkan dari ketinggian 3.676 mdpl, plakat tersebut dikabarkan
disimpan oleh pegiat alam bebas Indonesia Green Ranger yang didirikan oleh
Idhat Lubis yang tak lain adalah kakak almarhum Idhan Lubis.
Pelajaran yang dapat kita petik dari
film yang merupakan kejadian nyata ini adalah bahwa seberapa keras ketidak
adilan yang kita alami, kita dapat menuntut itu walau kita hanya berjuang
sendirian tanpa ada yang membela. Seperti yang terjadi di dalam film,
menampilkan banyak orang-orang mendukung Gie dalam menyuarakan suara rakyat
Indonesia yang tidak terdengar namun setelah itu mereka tidak lagi mendukungnya
yang disebabkan kekuasaan lah yang lebih tinggi dibandingkan dengan keadilan
yang ada di negeri ini. Ia harus dijauhin oleh teman-teman yang sebelumnya
mendukung terang-terangan untuk menjatuhkan pemerintahan yang otoriter ini
sampai mengalami kesendirian yang sejati hingga akhir hidupnya. Cita-cita Gie
tentang Pemerintahan Indonesia yang bersih dari korupsi dan kehidupan politik
yang tidak berpihak pada golongan, ras atau agama sampai saat inipun belum
terwujud. Dan ini adalah tugas kita sebagai warga negara Indonesia untuk
melanjutkan cita-cita yang telah lama Gie harapkan demi negara kita tercinta
ini.
Sekian review yang dapat kami
berikan, mohon maaf jika ada kesalahan dalam pemahaman atau kata-kata yang kami
lakukan. Semoga ada manfaat yang kalian dapatkan dari blog kami. Selamat malam,
teman-teman.
- Lindawati -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar